GIVEAWAY: Novel “Broken Monsters”

IMG_4806 - Copy

Sudah lama sekali saya nggak membuka blog ini *sapu-sapu dikit *elap-elap kaca *ah, mulai bersih 😀

Ceritanya setelah sekian lama vakum, novel terjemahan saya terbit lagi. Judulnya Broken Monsters. Ini buku kedua Lauren Beukes yang saya terjemahkan untuk Gramedia. Dan seperti buku pertamanya The Shining Girls, buku ini juga mencekam dengan cukup banyak adegan yang bikin ngilu.

Untuk merayakan terbitnya, saya ingin memberikan 1 eksemplar novel ini kepada pemenang giveaway yang beruntung.

Caranya gampang:

1) Jawab pertanyaan berikut ini: Apa novel horor/thriller yang paling berkesan buat kamu dan apa alasannya? Jawabannya nggak usah panjang-panjang, cukup 1 paragraf saja.

2) Silakan kirim jawabannya via e-mail ke: lulu.fitri@gmail.com dengan subjek: #GABROKENMONSTERS.

3) Jangan lupa cantumkan nama lengkap dan nama FB kamu ya, supaya bisa saya mention kalau mendapat hadiahnya (dan karena itu satu-satunya medsos saya selain blog sekarang ).

4) Giveaway berlangsung dari tanggal 17–22 Oktober 2017. Pengumuman pemenang akan diumumkan pada hari Senin, 23 Oktober 2017.

5) Peserta harus warga negara Indonesia dan bertempat tinggal di wilayah Indonesia.

Yuk, ikutan. Silakan ajak teman-teman yaaa😘

Refleksi 2016: Berburu yang Bukan Buku

Dari sekian banyak “resolusi” saya untuk tahun 2016, mungkin berburu proyek penerjemahan nonbuku menempati tempat teratas.

Bukan rahasia lagi, tarif penerjemahan nonbuku lebih menjanjikan ketimbang buku. Tapi keinginan saya mencemplung di nonbuku justru karena saya cinta sekali penerjemahan buku. Dalam bayangan saya, idealnya dengan mengerjakan dokumen yang secara ekonomi lebih menguntungkan, saya akan bisa lebih berkonsentrasi saat menerjemahkan buku dan menyuguhkan hasil terbaik kepada pembaca.

Karena itulah, selama tahun 2016 waktu saya cukup tersita untuk mencari klien di luar penerbit buku. Akibatnya, performa saya menurun, “hanya” menggarap tujuh buku, 4 editan dan 3 terjemahan, lebih sedikit dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Tulisan berikut ini sama sekali bukan tentang tips mencari klien agensi penerjemahan (untuk selanjutnya disebut agensi saja), karena untuk itu masih banyak yang harus saya pelajari. Di sini saya hanya ingin berbagi apa saja yang sudah saya kerjakan selama ini.

Continue reading

TSN yang Bikin Senewen

TSN2015-3

Pelaksanaan TSN 2015, Minggu, 13 Desember 2015 di kampus Unika Atma Jaya, Jakarta (Sumber: http://www.hpi.or.id/tes-sertifikasi-nasional-tsn-2015)

Tadinya saya tidak berniat mengikuti Tes Sertifikasi Nasional (TSN) Himpunan Penerjemah Indonesia. Toh, penerbit yang pernah saya lamar tidak pernah menanyakan sertifikat, dan lebih melihat hasil tes terjemahan serta resume. Tapi situasinya sedikit berbeda ketika saya mencoba melamar ke agensi penerjemahan. Pernah ada agensi yang meminta bukti sertifikasi (meski bukan syarat mutlak). Akhirnya, setelah merenung dan menabung, pada Desember 2015 saya memberanikan diri mengikuti TSN bidang Umum dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia.

TSN merupakan salah satu cara menguji kompetensi penerjemah guna membantu pengguna jasa mendapatkan penerjemah profesional yang andal. Ada dua jenis TSN, bidang Umum dan Hukum, sedangkan pasangan bahasa yang diujikan sejauh ini baru Inggris dan Indonesia. Sebenarnya, dulu ada Ujian Kualifikasi Penerjemah (UKP) yang diselenggarakan setiap tahun oleh Pusat Penerjemahan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (PPFIB-UI) bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Sayangnya, UKP untuk bidang Hukum hanya bisa diikuti mereka yang ber-KTP DKI. Setelah UKP berakhir pada 2010, HPI berinisiatif mengadakan TSN yang dicanangkan untuk meneruskan UKP dan kali ini bersifat nasional.

Biaya mengikuti TSN 2015 cukup besar, Rp 1,25 juta untuk satu jenis ujian, karena itu saya tidak mau bersiap seadanya. Kendati menerjemahkan sudah menjadi pekerjaan saya sehari-hari, dalam bayangan saya TSN pastilah bikin senewen. Seperti yang disampaikan Mba Rita Adisoemarta, ketua Komite Kompetensi & Sertifikasi HPI, pada acara pelantikan lulusan TSN 2015, soal TSN sebenarnya mudah, cuma karena namanya ujian, kondisinya dibuat menegangkan. Belum lagi waktunya amat terbatas, dan peserta hanya boleh membawa kamus cetak (padahal sehari-hari saya mengandalkan Kateglo atau TheFreeDictionary dan acap kali mengecek Google).

Berikut ini sedikit cerita tentang pengalaman saya menempuh TSN:

Continue reading

Berbagi Cerita Penerjemahan dengan Siswa SMA

photo (3)

Suasana workshop dasar penerbitan dan penerjemahan.

Pekan lalu, tepatnya 7 Desember, saya diajak Muthia Esfand (editor Fantasious) mengisi workshop dasar penerbitan dan penerjemahan bagi siswa kelas 10 dan 11 Sekolah HighScope Indonesia. Saya langsung oke karena kesempatan memperkenalkan dunia penerjemahan kepada siswa SMA terbilang jarang, meski mendadak jiper saat tahu pesertanya 130 orang. Tapi nggak apa-apa, hitung-hitung sekalian melatih public speaking saya yang masih amburadul 😛

Workshop berlangsung sekitar dua jam. Muthia menyampaikan sekelumit proses penerbitan buku (sekelumit, karena model belajar di sekolah ini tidak membebani siswa dengan banyak teori sehingga kami hanya diberikan waktu masing-masing lima menit, yaay!), saya tentang dasar penerjemahan, dan sisanya diisi latihan menerjemahkan. Bahannya saya comot dari sana-sini, ngubek-ngubek berbagai buku, tapi paling banyak mengambil dari pengalaman sendiri. Untuk materi latihan, kami memutuskan menggunakan novel remaja yang pernah saya terjemahkan untuk Fantasious, The Darkest Minds. Satu halaman saja (sekitar 500 kata), supaya bisa dikerjakan dalam setengah jam.

Acara dimulai pukul 09.30. Saat kami masuk ke Black Box Theatre yang menjadi tempat acara, para siswa telah dibagi dalam sepuluh kelompok, masing-masing didampingi satu guru, untuk keperluan latihan menerjemahkan.

Kemudian, dengan infografis sederhana agar dipahami siswa, Muthia memaparkan proses penerbitan buku, baik lokal maupun terjemahan, mulai dari menyusun tema hingga akhirnya tiba di tangan pembaca. Sebagian siswa sepertinya cukup berminat. Mungkin kapan-kapan perlu dibuatkan workshop melihat langsung dapur penerbit 😀

Continue reading

Kumpul Editor Fiksi Gramedia

kumpul editor gpu 28 nov 2015

ki-ka: Anastasia Mustika W (chief editor fiksi GPU), Dharmawati, Novera Kresnawati, Rosi L. Simamora.

Untuk menyegarkan ingatan akan ilmu penyuntingan dan selingkung Gramedia Pustaka Utama serta fungsi dan tugas editor, redaksi fiksi GPU menggelar acara “Kumpul Editor GPU dan Ngobrol Bareng tentang Penyuntingan” Sabtu, 28 November 2015 di Kompas Gramedia Building, Jakarta.

Acara yang diikuti puluhan editor in-house dan freelance GPU ini menghadirkan tiga pembicara: Dharmawati (mantan editor fiksi GPU, penerjemah lepas), Novera Kresnawati alias Vera (editor fiksi GPU spesialis naskah lokal teenlit). dan Rosi L. Simamora (mantan editor fiksi GPU, penerjemah, editor, dan penulis puluhan buku).

Subjektivitas Editor

Di sesi pertama, Mba Dharma dan Mba Vera menyampaikan tips penyuntingan novel terjemahan dan lokal. Tips ini mungkin sudah diketahui sebagian besar penerjemah/editor, tetapi sesuai tujuan acara, materi semacam ini perlu diingatkan terus, apalagi bahasa terus berkembang.

Continue reading

Klinik Terjemahan Buku 2015

Untuk merayakan Hari Penerjemahan Internasional tanggal 30 September mendatang, gerombolan Pemburu Singa Mati ingin mengajak teman-teman mencicipi serunya dunia penerjemahan buku melalui klinik daring kecil-kecilan.

Teman-teman yang berminat dan ingin mencoba menerjemahkan buku akan mendapat naskah dari kami untuk diterjemahkan (tidak banyak, namanya juga icip-icip) lalu hasilnya akan disunting dan dibahas bersama pengampu klinik yang terdiri atas para penerjemah dan editor keren (uhuk). Dengan syarat teman-teman tidak keberatan hasil terjemahannya nanti dimuat di blog para pengampu.

Peserta dibatasi sekitar 30 orang saja, dan pendaftaran ditutup tanggal 18 September 2015. Jadi segeralah mendaftarkan diri ke surel penerjemah.editorbuku@gmail.com dengan subjek “Klinik Terjemahan Buku 2015”. Format isi surel:

Nama :
Akun FB atau twitter :
Sudah pernah menerjemahkan atau belum:

Peserta yang terpilih akan kami hubungi lewat surel. Bagi yang tidak kami hubungi, bisa ikutan lagi di lain waktu. Jadi jangan sampai kehabisan tempat!

Selamat menerjemahkan. Selamat bermain dengan kata dan aksara 🙂

Salam,
Pemburu Singa Mati

9 Blog Penerjemahan yang Wajib Dikunjungi

Pada masa awal karier saya sebagai penerjemah sekitar tahun 2005, informasi mengenai penerjemahan kebanyakan saya dapatkan dari milis Bahtera. Seingat saya, saat itu blog belum menjamur seperti sekarang. Memang ada situs jejaring sosial semacam Multiply, tetapi yang membahas khusus penerjemahan saya rasa saat itu masih jarang.

Syukurlah sekarang informasi lebih mudah didapat. Banyak penerjemah yang membuat blog untuk menuliskan pengalaman mereka. Bagaimana jatuh-bangunnya mereka sebelum menjadi seperti sekarang. Atau strategi mereka dalam mencari klien. Atau membagi kiat-kiat meluweskan kalimat supaya tidak berasa terjemahan.

Sebagai blogger, saya menyadari betapa sulitnya mempertahankan blog supaya terus diisi. Terkadang lantaran jenuh atau sibuk, mengisi blog tidak lagi menjadi prioritas. Saat meramban blog penerjemahan berbahasa Indonesia, terkadang saya sedih sendiri karena blog yang saya temukan sudah lebih dari setahun tidak di-update. Alhamdulillah di tengah kelesuan, masih ada beberapa blog penerjemahan yang tetap setia memperbarui tulisannya. Berikut ini 9 blog di antaranya yang saya urutkan berdasarkan abjad.

Continue reading

Wajah Baru Blog Penerjemah Buku

A good blog is seriously time-consuming to maintain, but an excellent showcase for an individual translator’s writing style. What better way to reinforce your brand in sometimes crowded market? (The Prosperous Translator, ed. Chris Durban, 2010)

Setelah lebih dari dua bulan terbengkalai, ditambah pening kepala selama berhari-hari, akhirnya lamfaro.com tampil dengan wajah baru.

Ide perombakan muncul setelah saya melihat blog ini cukup sering diakses. Mungkin lantaran beberapa tulisan kerap dijadikan tautan, terutama CV Penerjemah, Perlu Dibuat Berbeda yang sudah ditengok 4410 kali sejak diterbitkan. Dalam acara diskusi dengan tim peneliti dari Universitas Negeri Semarang beberapa waktu lalu, saya diberitahu bahwa kontak saya diperoleh dari salah satu mahasiswa yang rupanya pembaca blog ini. Saya juga sempat dihubungi calon klien yang mengontak saya setelah melihat-lihat profil saya di laman sihapei dan blog ini.

Dari situ saya berpikir, dengan segala keterbatasannya, blog bisa dioptimalkan sebagai tempat “jualan” dan dibuat seperti situs web. Apalagi sekarang saya berniat merambah penerjemahan bidang lain, terutama arsitektur, sesuai disiplin ilmu yang saya geluti sebelum menjadi penerjemah.

Continue reading

Diskusi Penerjemahan Novel: Kala Teori dan Praktik Bertemu

buat blog-2

Para peserta FGD tentang penerjemahan novel bersama tim dari Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang, 30 Mei 2015 (ki-ka): Arif Suryo, Rudi Hartono, Dina Begum, saya, Eka Budiarti, Ayu Pujiastuti, Istiani Prajoko, Meggy Soedjatmiko, Krismariana Widyaningsih.

Hari Sabtu yang lalu (30/5), saya dan beberapa teman penerjemah buku diundang mengikuti Focus Group Discussion (FGD) bersama tim dari Jurusan Bahasa dan Sastra Inggris, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang (Unnes), yang diketuai Dr. Rudi Hartono, pengajar kelas Translation di jurusan tersebut. Ibu Istiani Prajoko, penerjemah yang sudah menerjemahkan lebih dari 100 buku, dengan baik hati memfasilitasi FGD ini, sekalian syukuran kediaman barunya di Bekasi.

FGD ini diadakan untuk mencari masukan tentang penerjemahan novel dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia. Sebelum diskusi dimulai, kami diminta mengisi angket. Secara umum pertanyaannya tentang kesulitan yang kami hadapi saat menerjemahkan novel, bagaimana cara mengatasinya (apakah cukup googling, atau sampai bertanya kepada penulis novel jika masih hidup). Intinya, tim peneliti ingin mencari tahu tentang penerjemahan novel dari kacamata praktisi.

Setelah mengisi angket, barulah kami berdiskusi, atau lebih tepatnya mengobrol santai. Pak Rudi dan rekan timnya Mas Arif Suryo tampak antusias mendengar cerita kami, karena secara umum dunia praktik cukup berbeda dengan teori. Di sisi lain, banyak teori penerjemahan yang jarang kami dengar, meski tanpa sadar sudah kami terapkan saat menerjemahkan.

Continue reading

Di Balik Penyuntingan “A Game of Thrones”

IMG_3941

Jika biasanya saya diorder penerbit, untuk penyuntingan terjemahan A Game of Thrones (GoT) sayalah yang mengajukan diri. Awalnya karena animo pembaca yang begitu membeludak saat tahu buku pertama seri novel fantasi A Song of Ice and Fire karya George R.R Martin ini akan diterbitkan Fantasious. Sejujurnya, saya ingin sekali terlibat penggarapan buku unggulan ini. Kedua, karena kebetulan saya tahu penerjemahnya teman saya Barokah Ruziati (Uci), yang sudah beberapa kali bekerja sama dengan saya. Saya selalu belajar banyak dari terjemahannya. Alhamdulillah, Muthia Esfand, editor Fantasious, setuju.

Meski begitu, atas pertimbangan tertentu, penerbit memutuskan tidak menyerahkan seluruh proses penyuntingan GoT kepada saya. Saya mendapat sepertiga awal buku, sisanya disunting editor in-house Fantasious sendiri. Dengan penyuntingan model begini, alhamdulillah buku bisa lebih lekas terbit.

Sejak awal Muthia sudah mengatakan bahwa penerjemahan GoT akan melibatkan Westeros Indonesia, komunitas penggemar seri novel fantasi ini, sebagai pembaca pruf. Westeros ID juga meminta Fantasious menunjuk penerjemah dan penyunting yang pernah membaca buku ini. Permintaan yang sangat dimengerti, mengingat terjemahan sebaiknya dipegang oleh orang yang menguasai materi.

Continue reading

“The Golem and the Jinni”, Kesempatan Setelah Tujuh Tahun

buat blog-1 - Copy

Sewaktu pertama kali ditawari menerjemahkan novel The Golem and the Jinni karya Helene Wecker, saya teringat pengalaman beberapa tahun silam. Waktu itu saya masih piyik, dan iseng melamar sebagai penerjemah lepas Gramedia. Tanpa persiapan memadai, saya gagal.

helene wecker 02

Sampul asli “The Golem and the Jinni” yang diterbitkan oleh Harper Collins (sumber foto: HarperCollins).

Tujuh tahun kemudian, tepatnya pada akhir 2013, Mba Dini Pandia menawarkan penerjemahan buku kepada saya. Saat itu saya baru mulai mengedit untuk Gramedia. Lagi kangen-kangennya menerjemahkan, eh kesempatan kedua itu datang. Alhamdulillah saya berhasil menyelesaikan tugas tersebut, yaitu The Golem and the Jinni yang sekarang sudah beredar, meski sempat deg-degan karena mulur sampai dua bulan dari tenggat 😛

Bukunya sendiri mengisahkan dua makhluk yang berbeda. Chava adalah golem, sedangkan Ahmad berasal dari kaum jin. Karena merasa terasing di dunia manusia, mereka menjalin persahabatan yang membuat mereka kerap menjelajahi New York di waktu malam sambil bertukar pikiran. Sementara itu, tanpa disadari keberadaan mereka sebenarnya terancam. Buat saya, ceritanya unik dan menyentuh.

Continue reading

Wordfast Classic untuk Menerjemahkan Novel

P1050586

Ternyata sudah dua tahun saya mengenal Wordfast Classic (WFC), CAT Tool atau perangkat lunak komputer untuk membantu penerjemahan (baca: Jempalitan Bersama Wordfast). Saya tidak selalu bekerja dengan perangkat ini, karena penerbit lebih sering memberikan teks asli berupa hardcopy. Tapi, jika kebetulan mendapat teks asli softcopy, saya memanfaatkan WFC untuk berlatih.

Selama ini saya masih memakai WFC gratisan, yaitu versi demo yang bisa diunduh di situs webnya. Tapi saya sangat menganjurkan kepada teman-teman penerjemah yang kurang puas dengan versi demo, atau punya kelebihan dana, untuk membeli Wordfast (atau CAT Tool jenis lain). Bagaimanapun, TM (Translation Memory) dalam versi demo hanya dibatasi 1000 unit. Begitu angka ini tercapai, pengguna akan diminta membuat TM baru.

Ada yang berpendapat CAT Tool kurang terasa manfaatnya dalam penerjemahan novel. Mungkin ini ada benarnya, tapi saya pribadi lumayan terbantu dengan WFC, bahkan dengan versi demonya. Karena WFC dirancang sebagai add-on Microsoft Word, penampilannya tidak rumit penuh kotak seperti CAT Tool lain. Jadi, bagi pemula seperti saya, WFC tidak terlalu mengintimidasi.

Continue reading