WELCOME!

Hi, I am Lulu Fitri Rahman, an HPI Certified Translator (English to Indonesian) based in Tangerang Selatan, Indonesia.

I specialize in literary translations and have been working with a variety of publishers since 2005, translating fiction and non-fiction books. I also do transcreation and creative translation of marketing and advertising texts.

I name this blog “LAMFARO”, derived from my initials in Arabic. It consists mostly of my musings on being a translator. I write them in bahasa Indonesia. Feel free to leave comments. You can also share or copy the posts as long as there is a link back to the original.

Don’t hesitate to contact me for help with English to Indonesian translation or editing. I will be happy to hear from you.

E-mail: lulu.fitri@gmail.com
Portfolio: https://lamfaro.com/portfolio/transcreation/

80 thoughts on “WELCOME!

    1. een, makasih udah mampir 🙂 gimana ya… awalnya saya ngirim2 lamaran ke penerbit yang lagi buka lowongan nyari penerjemah lepas. Alhamdulillah keterima, sejak itu nyoba lagi ngirim ke beberapa penerbit lain… standar banget yak?^^ Tapi itulah yang terjadi, berawal dari rajin ngirim lamaran ke penerbit2, dan sampai sekarang pun masih saya lakukan 🙂

    1. halo ana, wah menurutku justru menguasai bahasa Indonesia lebih penting, abis klo ga ngerti bahasa Inggris kan bisa liat kamus :D… tapi lebih baik lagi dua-duanya.

      aku udah berkunjung ke blog ana, dan seneng baca review2nya 🙂

  1. mba…daku jadi gatel bikin blog terjemahan jg setelah liat blog mba dan mba Femmy…izin link ya di otakatikata.wordpress.com 🙂

  2. Mba tolong aku, seminggu yang lalu saya baca2 buku inggris dan ngeliat lo buku itu sangat bagus dan alangkah bermanfaatnya lo misalnya buku itu saya terjemahkan ke bahasa indonesia… iseng punya iseng akhirnya saya girim email ke penerbit yang berada di singapura… besoknya liat email belum ada balasan besoknya lagi juga belum, begitu juga dengan hari besoknya sampai-sampai aku putus asa mngkin memang akunya yang g gaca wong bukan siapa2 ko mau nerjemahin buku. akhirnya tanggal 2 kemaren g tau ada angin apa tau2 dapet balasan.. yang isinya mereka sangat berterimakasih dan berharap lo bukunya bisa diterjemahkan kedalam bahasa indonesai…
    mereka menyuruh saya untuk mencari penerjemah indo yang bagus… setelah menerima surat itu saya jadi bingung mba.. tolong bantu saya yang masih baru mba… bisa jawab melalui email mba..

    terimakasih

  3. Sewaktu surfing sana-sini, saya nemu blog mbak. Sebelum menjadi karyawan seperti sekarang, saya ingin sekali menjadi penerjemah lepas seperti mbak. Sepertinya pekerjaannya sangat menyenangkan. Kira-kira masih bisa tidak ya? 🙂
    Apa mbak pernah menuliskan pengalaman ketika pertama kali diterima menjadi penerjemah? Atau cerita tentang buku yang pertama kali diterjemahkan, mungkin? Boleh dibagi link-nya? Terimakasih….

    1. Hai Neny, salam kenal,

      Iya, menerjemahkan buat saya asyik banget 🙂 Saya sendiri jadi penerjemah ketika hampir berusia kepala 3. Malah, kalau tidak salah salah satu penerjemah Gramedia, ibu Gita Yuliani, memulainya ketika sudah berusia 50-an. Jadi, nggak pernah ada kata terlambat.

      Ada buku yang memuat tentang pengalaman saya dan beberapa penerjemah lainnya. Judulnya “Tersesat Membawa Nikmat”. Ini tautannya: http://www.goodreads.com/book/show/6617259-tersesat-membawa-nikmat

      Kalau tulisan tentang pertama kali menjadi penerjemah, atau cerita-cerita buku pertama belum pernah saya tuliskan di blog ini. Tapi saya jadi ingin nulis tentang itu. Makasih masukannya, Neny 🙂 Dan tetep semangat ya^^

  4. Saya newbie dalam dunia blogging, jd pas lg lirak lirik blog teman dan jg yang lainnya buat nyari inspirasi, saya nyasar ke blog-nya mbak ini…hehehe
    Salam kenal sebelumnya ya mbak.

    1. Wah, senengnya bisa menginspirasi 🙂 Tapi saya masih harus terus belajar meng-update isi blog, biar bisa terus berbagi… Salam kenal juga ya…^^

    1. Halo lagi, Susan.^^ Wah, jangan dong, Susan, ini gw nge-blog baru 2 tahunan, itu pun lebih sering majang kerjaan :p Tapi, berkat temen-temen di wp yang rajin banget nge-blog, gw ikut terpacu (meski masih terhitung jarang posing… hadeeh). Sukses juga buat Susan dan grafisnya. 😀

    1. Salam kenal juga, mas Iwa. Makasih udah berkunjung, alhamdulillah jika bisa menginspirasi. Moga-moga saya juga semakin sering posting nih 😀

  5. blogwalking, salam persahabatan dari kota ‘hero’..

    #waw pnerjemah, asyik ne bs brhubungan dg buku terus.. 🙂

    1. Alhamdulillah, penerjemah menurut saya pekerjaan paling seru, soalnya baca buku melulu. Salam kenal juga, mas 😀

  6. Salam kenal, Mb Lulu. Saya juga pengen nih bisa nerjemahin buku ky Mb. Sekarang sih jadi editor dulu sambil memperlebar jaring laba2 jaringan. 😀 Oiya, difolback ya, Mb. 😀

    1. Salam kenal, Widi. Siiip, aku juga lagi mampir baca-baca di tempat Widi nih :D… Wah, aku juga sempet jadi editor di penerbit, cuma nggak lagi. Semoga sukses ya, Widi ^^

    1. Halo, mba Nella. Senangnya dikunjungi 😀 Iya, berkat tulisan mba Nella juga aku bisa punya domain sendiri. Makasih banyak 😀

  7. wah senangnya pnya ‘rumah’ baru …selamat ya Mbak Lulu, sy jd pengen ngikutin nih. dari dulu niat doang bikin blog yg laik, tp gak dikerjain jg, hehe… btw, blognya lugas dan sederhana. nice 🙂

    1. Makasih, mba Aisyah 😀 Ayo, bikin blog yuk. Tapi aku juga belum terlalu rajin posting :p. Ini sebenarnya rumah lama, aku cuma beli nama domainnya aja.

  8. Aslmkm. Halo mba Lulu, bagaimana pertama kali bisa dapet proyek terjemahan saat belum punya portofolio (atau sejenisnya)?
    Saya juga lulusan informatika, tapi punya passion ke dunia terjemahan juga nih. Sekarang cuman nerjemahin cerita2 pendek aja.

    1. Wa ‘alaikum salam. Salam kenal, Aria. Maaf baru membalas sekarang. Tentang pertama kali dapat proyek, kebetulan waktu itu penerbit Serambi membuka lowongan penerjemah lepas. Saya melamar seperti biasa, dan mengirim cv beserta contoh terjemahan menggunakan artikel dari majalah luar (milih artikelnya juga tema yang umum aja). Bisa baca di sini:
      http://lamfaro.com/2011/07/14/surat-lamaran-penerjemah-sekadar-berbagi-pengalaman/

      Aria juga bisa menggunakan cerpen yang pernah diterjemahkan. Oya, di cv saya juga menyertakan beberapa hal yang mendukung minat saya di dunia penerjemahan, misalnya pernah ikut majalah kampus. Abis itu saya dipanggil dan diminta mengerjakan tes, dan alhamdulillah diterima.

      Semangat ya, Aria! Kirim lamaran terus ke penerbit, atau nggak ke agensi penerjemahan untuk menerjemahkan nonbuku (saya sendiri belum berpengalaman di dokumen/nonbuku). Insya Allah bisa 🙂

  9. Salam kenal mbak Lulu. Rasanya seperti mendapat ilmu baru waktu berkunjung ke blog ini. Maklum saya mahasiswa bahasa Prancis, jadi menemukan blog yang berbau dunia terjemahan susah-susah gampang. Baru kali ini lho nemu yang beginian, walaupun bhs Indo-Inggris. 🙂

      1. Wah terima kasih mbak atas referensinya. Sejauh ini belum ada karya apa-apa syh. Paling tidak ingin memahami seluk beluk dunia penerjemahan dulu. hehe

  10. Andaikata rindumu senantiasa berhasrat ke tempat ini [klik~> http://wp.me/P4NQep-1 ], bahagiaku menyambut pijar tawamu, bersama-sama dalam momentum sederhana ini. Kita dermakan bahagia, seperti semesta menyapa kita. 😉

    Salam blogwalking yaa…! 😀
    Blognya kereeen mbaaa.. 🙂

    1. Makasih udah berkunjung ke blog saya, Mas Djie. Salam kenal juga 😀 Moga-moga saya juga bisa semakin rajin mengisinya.

  11. salam kenal mbak.
    mau tanya pendapat mbak niii.
    sebenernya kalo sekarang ini lowongan untuk jadi translator freelance itu banyak ga sih? aku minatnya translator untuk fiksi romance fantasy dan sejenisnya.
    menurutku sih y potensial itu ta mizan sm ufuk press, tp dua-duanya susah banget cari alamat emailnya.
    yang udah aku dapet malah gagal terkirim terus.
    mohon bantuannya.

    1. Halo Ratih, salam kenal juga 😀 Menurut saya, pekerjaan untuk penerjemah buku masih banyak. Tetapi apakah mereka buka lowongan atau nggak itu yang saya kurang paham, karena terkadang ada penerbit yang punya stok penerjemahnya sendiri.

      Kalau untuk Mizan, sebaiknya lamaran dikirim langsung ke tiap anak perusahaannya. Misalnya genre yang Ratih minati itu diterbitkan Bentang atau Qanita, kirimlah lamaran ke sana. Kalau Ufuk Press, mungkin karena sekarang lini fiksinya memakai nama Fantasious, coba kirim ke sana. Coba Ratih hubungi alamat email yang tertera di buku terbitan mereka.

    1. Salam kenal juga, Mas. Maaf baru balas. Waaah, istrinya juga penerjemah ya, Mas. Saya seneng nih kalo dapat kenalan temen penerjemah lagi 😀

      1. begitulah, cuma istri kagak main blog sayangnya…iya gpp mbak lulu, ditunggu di blognya saya dong (kunjungan balik) hihihi

  12. Mba Lulu, maaf saya tanya begini ke mba. Saya stuck dalam latihan penerjemahan sendiri dan tidak tahu harus tanya ke siapa huhu ^^; untuk kalimat “My aunties and uncles who lived down the road would shout and gossip among themselves…” untuk frase (?) “down the road” di sana berfungsi sebagai idiom atau punya arti harfiah ya Mba? Soalnya kalau saya googling kemana-mana, yang keluar yaitu fungsinya sebagai idiom yang menjelaskan keadaan di masa depan yang belum pasti. Tapi saya tidak yakin ini adalah maksudnya pada kalimat tsb. Apakah bisa diterjemahkan “Para tante dan pamanku yang hidup di bawah jalan…” Mba?

    Terima kasih sebelumnya, Mba 🙂 Jawaban Mba akan sangat membantu.

    1. Halo Raysa, saya lihat “down the road” ini bukan idiom. “Down” di sini merupakan preposisi, yang artinya “along the course of” (http://www.thefreedictionary.com/down). Jadi mungkin terjemahannya kira-kira seperti ini: “Para bibi dan pamanku yang tinggal di sepanjang jalan ini senang berteriak-teriak dan bergosip di antara mereka sendiri…” CMIIW. Saran saya, dalam menerjemahkan terutama karya fiksi, cobalah membaca satu kalimat atau satu paragraf secara keseluruhan, bayangkan adegannya, pahami konteksnya, jadi tidak terpaku pada kata atau frasa tertentu.

      Semoga membantu 🙂

      1. Mbak Lulu,

        Cara mencari tahu apakah kelas suatu kata itu hanya dengan memahami konteks kah atau ada cara lain?
        Saya sering bingung kata ini maksudnya apa, setelah perenungan baru deh ngeh, ternyata ini atau itu.

      2. Saya rasa begitu. Untuk mengubah kelas kata, kita perlu memahami konteks teks asli dan kewajarannya jika diterjemahkan ke bahasa sasaran.

        Jadi misalnya: They insist on higher wages.
        Terjemahannya bisa seperti ini: Mereka menuntut gaji yang lebih tinggi.
        Tapi rasanya (dan ini sangat subjektif) boleh juga bentuk adjektiva higher diganti dengan nomina kenaikan, menjadi: Mereka menuntut kenaikan gaji.

        CMIIW. Saya juga masih belajar soalnya 😀

      3. Terima kasih untuk balasannya Mba, sangat membantu! ^^

        Iya, awalnya saya menerjemahkannya mentah-mentah begini “…yang tinggal di bawah jalan ini..” dan tidak mempertimbangkan “down” sebagai preposisi ^^;

        Siap laksanakan, Mbak. Kedepannya saya akan lebih teliti dan memahami konteks kalimat 🙂

  13. Mbak Raysa,

    Kalau saya sih misal saat hasil terjemahannya menjadi janggal, setidaknya satu indikasi ada yang salah kayanya. hehehe 😀

    Lalu setelah itu mencari-cari ulang, dan kalau bentuknya frasa, mencoba kombinasi masing2 kata itu.

  14. Karena Mbak Raysa suka ikut latihan penerjemahan, saya jadi teringat salah satu ulasan kalimat di blog sana. Di sana yang dibahas adalah kata “up”, di sini kata “down”, keduanya berfungsi sebagai preposisi dalam konteks kalimat yang dibahas.

      1. iya mba.. saya tu, landing pertama kali di wp mu tahun 2010 an.. makanya masih ingat dgn wp ini.. dan iseng berkunjung lagi.. ternyata.. masih aktif 😀 mantap

  15. Assalamu’alaykum Mba Lulu, perkenalkan saya Hamim. Saya tidak sengaja menemukan blog mba ketika googling mencari toko buku yang masih menjual buku “Tersesat Membawa Nikmat”, lalu menemukan tulisan mba Lulu yang https://lamfaro.com/2012/01/31/buku-referensi-penerjemah-karya-anak-negeri/. Entah kenapa, setelah membaca-baca tulisan tersebut, keesokan harinya (26 Desember 2016) saya langsung menemukannya di suatu toko buku di Yogyakarta.

    Saya sebenarnya mempunyai minat yang tinggi terhadap Bahasa Inggris tetapi karena ada beberapa hal akhirnya saya kuliah di jurusan Geografi. Minat dalam bahasa, khususnya penerjemahan, masih melekat dalam benak saya walaupun saya sudah lulus S1. Selain itu, saya semakin menyadari pentingnya penerjemahan ketika saya menjadi asisten di laboratorium. Disana, saya menjumpai bahwa banyak referensi seputar Geografi yang berbahasa Inggris tetapi belum tersedia dalam versi bahasa Indonesianya, akhirnya saya berinisiatif menerjemahan beberapa bab bagian buku tersebut guna mempermudah mahasiswa saya ketika praktikum di laboratorium. Alhamdulillah mereka sangat menyukainya dan merasa terbantu.

    Membaca tulisan mba Lulu yang notabenenya penerjemah berlatarbelakang non bahasa di blog ini dan buku “Tersesat Membawa Nikmat”, saya menjadi bersyukur kepada Allah bahwa mungkin Allah mengingingkan saya untuk mendalami ilmu Geografi terlebih dahulu sebelum saya menjadi penerjemah sehingga mungkin harapannya saya nantinya memiliki spesialisasi penerjemahan bidang Geografi. Maaf apabila menjadi sangat panjang dan seperti curhat, tetapi saya sangat berterima kasih atas inspirasi yang mba Lulu berikan di blog ini dan buku “Tersesat Membawa Nikmat”. Sukses selalu ya mba Lulu, kalau ada waktu, boleh lho mampir blog saya. Terima kasih 🙂

    1. Terima kasih sudah mampir di blog saya, Mas Hamim. Kebetulan banyak teman penerjemah yang tidak memiliki later belakang pendidikan bahasa atau sastra, tapi justru menjadikan ilmu tersebut sebagai spesialisasinya. Ada teman saya yang berpendidikan farmasi, sekarang jadi penerjemah medis yang mumpuni, atau teman saya yang lulusan hukum, jadi penerjemah legal. Saya sendiri juga insya Allah menuju ke sana untuk bidang arsitektur, meski tawaran masih sangat jarang.

      Sukses terus buat Mas Hamim 🙂

Leave a comment